Bandung, 2013
Wajah tampan dengan kaos merah menyala duduk di depanku. Di ruang tamu sempit beralaskan kayu sehingga nuansa hangat menyelimuti kaki, namun seketika pada saat itu berubah menjadi lebih dingin seperti es yang akan membeku, kakiku membeku, mulutku kaku, badanku menggigil. Itu saat kau pertama kalinya menampakan diri tepat di hadapanku, tepat di malam minggu.
Alam berpihak pada kita, beberapa hari sebelum kita bertemu hujan terus menyelimuti Bandung, namun hari ini, di malam minggu ini langit berbintang indah, bulan tampak purnama, bersih dan bercahaya di langit gelap.
Tak banyak cerita karena ini kali pertama kita bertemu sapa, setelah kurang lebih satu bulan kita hanya mengobrol kecil di sebuah jejaring sosial. Ternyata kau teman lama yang tak pernah aku kenal dekat sebelumnya. Dulu, tubuhmu tak sekekar sekarang, namun wajah tampanmu tak pudar dimakan usia.
Konyol sangat konyol hingga akhirnya kita mengikrarkan untuk akan komitmen dengan masa depan yang akan kita perjuangkan bersama.
"Kenapa kau menyukaiku?" Tanyaku padanya
"Ah tak perlu dijawab, tapi bentar, kenapa kau mau menerimaku??"
"hehehe.. kenapa ya?"
"Oh damn" ucapnya dengan wajahnya yang berseri.
"Alam mempertemukan pasti ada maksud yang indah, kau harus percaya itu, aku bukan laki-laki romantis yg kau inginkan, namun aku nyaman saat bersamamu"
Aku hanya diam saat dia mengutarakan hal itu tepat di depan wajahku.
"Di depan nanti, kita akan menemukan tantangan yang begitu dahsyat, aku akan pergi jauh dan kau di sini harus jaga diri" ucapnya. Seketika raut wajahnya menjadi sedikit memohon, entah memohon apa.
"Ah, sebulan lagi kan perginya?"
"Iya sebulan lagi"
Canda dan tawa pun kembali di ruang tamu rumahku. Walau sempit, namun impian kita tak sesempit itu.
"Kenapa kau menyukaiku?" Tanyaku padanya
"Ah tak perlu dijawab, tapi bentar, kenapa kau mau menerimaku??"
"hehehe.. kenapa ya?"
"Oh damn" ucapnya dengan wajahnya yang berseri.
"Alam mempertemukan pasti ada maksud yang indah, kau harus percaya itu, aku bukan laki-laki romantis yg kau inginkan, namun aku nyaman saat bersamamu"
Aku hanya diam saat dia mengutarakan hal itu tepat di depan wajahku.
"Di depan nanti, kita akan menemukan tantangan yang begitu dahsyat, aku akan pergi jauh dan kau di sini harus jaga diri" ucapnya. Seketika raut wajahnya menjadi sedikit memohon, entah memohon apa.
"Ah, sebulan lagi kan perginya?"
"Iya sebulan lagi"
Canda dan tawa pun kembali di ruang tamu rumahku. Walau sempit, namun impian kita tak sesempit itu.
No comments:
Post a Comment