19 November 2012

Banjir & Galau diantara Hujan


Siang ini saya melihat TL (Timeline) twitter dan wall Facebook, teman-teman di twitter dan facebook sepertinya sedang syndrom dengan tema “Hujan”. Hujan menjadi topik hangat lalu kata hujan disandingkan dengan kata banjir. Hujan di daerah Bandung kali ini memang “Wow” sekali. Ketika kita curhat tentang hujan lalu ada yang menanggapi dengan kata “Jadi gue harus bilang WOW?”, pantas saja kita bilang kata WOW, karena bagaimana tidak, hujan yang datang setelah kemarau panjang mengakibatkan banjir dan menyebabkan kemacetan yang WOW pula. Perjalanan saya dari rumah ke kampus yang biasanya ditempuh hanya 45 menit pakai motor, karena macet yang WOW tersebut perjalanan menjadi 3 kali lipat lebih lama (ini asli lho!). kalau tidak ingat ujian dan bimbingan skripsi sepertinya saya akan pulang lagi ke rumah, seperti kakak saya yang tidak jadi bekerja karena jam kerja masuk pukul 08.30, tapi pada pukul 08.00 baru mencapai ¼ perjalanan. Kemacetan terjadi begitu parah karena semua kendaraan tertuju ke jalan Buahbatu, karena jalan Rancamanyar memang menjadi salah satu tempat langganan banjir begitu juga dengan Dayeuhkolot. Lalu alternatif lainnya adalah Soreang, tapi baru kali ini Soreang pun mengalami banjir dan longsor yang cukup parah. Jadi, menurut saya pantas saja ketika kata hujan disandingkan dengan Banjir. 

Sampai di kampus siang harinya saya membaca koran terbitan lokal, bahwa ternyata banjir terjadi diluar dugaan. Musim kemarau yang cukup panjang seharusnya bisa menampung air hujan di sungai-sungai yang cukup kering. Namun kendalanya lagi-lagi terjadi pada sampah yang menumpuk di pinggir-pinggir sungai, sehingga saluran sungai tidak lancar dan menyebabkan luapan air ke rumah-rumah warga atau yang biasa disebut dengan BANJIR. Melihat hal seperti itu, pemerintah seharusnya bertindak lebih cepat dan tanggap karena musim hujan diprediksi akan berlangsung selama beberapa bulan kedepan. Baru satu hari hujan, banjir sudah parah, saya tidak bisa membayangkan jika hujan berlangsung selama beberapa hari bahkan jika selama sebulan hujan secara terus menerus. Selain itu, kendala volume kendaraan yang membludak seharusnya bisa diantisipasi dengan transportasi yang memadai, sehingga kerugian tidak terjadi di berbagai sektor kehidupan. Jika setiap hari karyawan pabrik terlambat maka kerugian bisa hingga ratusan juta apalagi jika pabriknya yang terendam banjir. Dan sebagai masyarakat pun sebaiknya mulai save of life, maksudnya mengerti dan paham akan indahnya hidup sehat, teratur, tertib dan disiplin, seperti membuang sampah, mengubur sampah atau mengolah lagi sampah bagi mereka yang kreatif. 

Yah, banjirlah yang menjadi kata yang bergandengan hujan. Namun, saya juga menjadi kurang mengerti bagi mereka yang menulis di wall FB dan TL twitter ketika hujan disandingkan dengan kata “GALAU”. “MAKSUDNYA?” itulah kata yang saya ucapkan, dan refleks mengerutkan kening. Kenapa harus galau? Galau itu suatu kegundahan hati, dan saya yakin setiap orang pernah merasakan kegundahan, kegalauan, kegelisahan yang rasanya campur aduk. Yah, itu wajar karena kegundahan biasanya terjadi pada diri yang sedang menunggu sesuatu yang diharapkan dan cemas akan segala kemungkinan yang terjadi. Ingin sempurna namun tidak melakukan apa-apa menuju kesempurnaan tersebut. Jadinya galau. Mungkin seperti ketika menunggu kiriman uang lewat POS, biasanya dalam waktu 3 hari weselan itu sampai, namun sudah 5 hari weselan tidak muncul saja, maka cemas pun terjadi, takut weselnya mampir ke tangan orang lain. Selama menunggu weselan tersebut kita pun tidak menghubungi pihak POS atau pengirim oleh karenanya galaupun merajai. 

GALAU sudah menjadi tren di kalangan masyarakat. Lucunya ada tulisan seperti ini “Hujan turun, galaupun datang” (nn). Padahal kalau saya “hujan turun, laparpun menjelma” (lho apa hubungannya juga) :D. Setidaknya hujan tidak menjadi salah satu penyebab kecemasan hati yang berbentuk psikis, karena hujan berbentuk fisik maka bagusnya akibat dari hujan adalah keadaan fisik juga. Seperti panas menyengat menyebabkan keringat, atau hujan turun menyebabkan banjir. 

Tapi, jika hujan disandingkan dengn banjir atau galaupun itu sah-sah saja. Mungkin perumpaan kegalauan itu adalah seperti hujan yang turun secara serentak, saling mengejar agar jatuh ke tanah, deras seperti air mata, dan turun tanpa waktu yang tidak terbatas. 

Kegalauan itu memang bukan rangkaian kata namun rangkaian perasaan yang terjadi akibat keadaan-keadaan psikis. Berbeda dengan banjir yang terjadi akibat rangkaian hujan yang terus turun tiada henti. 

Banjir atau Galau, biarlah kita serahkan kepada yang Kuasa. Kedua keadaan (banjir dan galau) yang diakibatkan oleh hujan bisa diusahakan agar lebih baik. Bedanya, banjir diusahakan oleh tenaga kita dan galau diusahakan hilang dengan fikiran kita. Tapi keduanya akan menjadi suatu keberkahan tersendiri jika dipasrahkan kepada Yang Kuasa.
   

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 22)



No comments:

Post a Comment