6 June 2012

Gambit Negosiasi Awal

Disusun oleh :
Nisa Rahmalia & Fathurohman


a. Gambit Pertama : Mintalah Lebih dari yang Kita Harapkan
Alasan Terjadinya Meminta Lebih Dalam Negosiasi
Salah satu dalil utama dalam power negotiating adalah meminta lebih dari yang diharapkan. Mungkin kita akan menemukan seorang pembeli dukuh meminta lebih dukuh tersebut kepada pedagannya ketika sedang bernegosiasi. Atau pernah melihat seorang investor yang sedang bernegosiasi meminta lebih bagi hasil yang akan diperolehnya. 
Ada beberapa alasan mengapa negosiator meminta lebih yang diinginkan, diantaranya :
  1. Untuk mendapatkan ruang gerak untuk melakukan negosiasi, Jika permintaan yang kita inginkan lebih besar dari kemungkinan yang ada (pihak lawan) maka posisi kita harus menunjukkan sikap fleksibel. Jika sikap yang ditunjukkan itu adalah kekakuan (mau atau tidak) maka negosiasi tidak akan terjadi. Dalam gambit ini contoh yang bisa kita ambil salah satunya transaksi antara penjual dukuh dengan pembelinya. Ketika kita meminta lebih dari yang diharapkan mungkin penjual akan berkata “membeli berapa kilo dukuhnya? Jika membeli banyak maka kualitas dukuh jangan ditanya lagi, 9.500 saja perkilonya” Mungkin pembeli akan berkata “saya akan fikirkan lagi, mungkin harganya bisa diturunkan lagi?’
  2. Adanya kemungkinan mendapatkan yang diinginkan, Sikap postif juga merupakan salah satu alasan terjadinya permintaan yang lebih dari yang diharapkan. Mungkin saja keberuntungan sedang ada di pihak kita ketika sedang bernegosiasi. Sikap positif ini pun akan terlihat dari sikap yang ditunjukkan. Misalnya kita merasa nyaman ketika sedang berbelanja pada satu toko baju, karena penjualnya ramah atau menarik. Maka sikap positif bisa langsung kita tunjukkan secara spontan adalah senyuman dan saat itu pula seorang negosiator akan memanfaatkannya untuk meminta lebih dari yang diharapkan.
  3. Meningkatkan nilai kesadaran terhadap apa yang sedang ditawarkan. Nilai kesadaran disini maksudnya nilai atau kualitas barang yang ditawarkan. Contohnya kita menawarkan sebuah motor kepada seseorang maka kita bisa menawarkan harga yang tinggi karena kualitas yang dimiliki motor tersebut sebanding dengan harganya. Akan tetapi ada yang perlu diperhatikan ketika menawarkan harga yang tinggi keadaan barang harus benar-benar berkualitas dan sebagai penjual harus bisa meyakinkan kepada calon pembeli.
  4. Mencegah negosiasi deadlock. Keuntungan lain ketika kita meminta lebih dari yang diharapkan yaitu untuk mencegah deadlock (jalan buntu). Akan tetapi deadlock pun bisa saja diciptakan jika negosiator tidak berani meminta lebih dari yang diharapkan.
  5. Menciptakan suasana lawan bahwa lawan menang dalam bernegosiasi Meminta lebih dari yang diharapkan merupakan salah satu cara membuat iklim bahwa lawan merasa menang atas negosiasinya. Salah satu contohnya ialah ketika kita sebagai pembeli kita memperkirakan harga yang ditawarkan, jika harga yang diajukan diluar dugaan maka kita bisa berfikir beberapa saat untuk menyetujuinya. Hal ini kita ciptakan agar penjual merasa menang dalam negosiasi tersebut.
Bracketing Dalam Negosiasi
Dalam meminta yang lebih juga harus ada batasan, batasan dalam negosiasi disebut bracketing. Hal ini agar apa yang kita inginkan lebih dari yang diharapkan dan lawan tidak dirugikan. Keduanya sama-sama untung. Salah satu contohnya :
Anak : Ayah, minta uang 20.000 untuk beli jam tangan
Ayah : 10.000 juga cukup, nak! Dulu ayah beli jam tangan cuman 10.000
Anak : Ini jam tangannya bagus, yah
Ayah : 10.000 aja ya, nak
Anak : 15.000 aja yah, biar dapat jam yang bagus. 
Ayah : ......
Untuk mempertahankan di jumlah 15.000 seperti contoh kasus diatas maka ada yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Membuat lawan menyatakan posisinya terlebih dahulu
b. Jika lawan meminta untuk menyatakan posisi maka disinilah tepatnya bracketing terjadi. 
c. Mengambil posisi tengah untuk mengakhiri negosiasi

Target MPP (Maximum Plausible Position)
MPP merupakan posisi yang paling masuk akal yang bisa diminta, dan pihak lawan masih melihat kemungkinan yang ada dari yang kita minta. Semakin kurang mengetahui pihak lawan semakin tinggi posisi awal, karena dua alasan :
a. Pihak lawan biasanya mengejutkan dan asumsi terhadap lawan biasanya kurang tepat. Mungkin sebagai pembeli akan memberikan harga yang lebih tinggi atau sebagai penjual akan memberikan harga yang lebih rendah
b. Hubungan yang pertama dibangun biasanya lebih kooperatif.
Akan tetapi MPP akan lebih sulit bagi negosiator yang belum ahli. Mungkin akan para negosiator akan berfikir bahwa yang ditawarkan tidak masuk akal. Maka biasanya negosiator pemula memposisikan tawaran di yang lebih kecil daripada jumlah maksimum yang dianggap masuk akal oleh pihak lawan.

Tips mendapatkan lebih yang diinginkan
Sebagai negosiator baik yang pemula atau yang sudah ahli maka teknik bracketing-lah yang harus menjadi prinsip dalam gambit ini. Teruslah melakukan bracketing sampai mencapai sasaran yang diinginkan. Tentunya harus memunculkan iklim bahwa pihak lawanlah yang menang. 


b. Gambit Kedua : Jangan Pernah Katakan “Ya” Pada Tawaran Pertama
Alasan Tidak Mengatakan “Ya” Pada Tawaran Pertama
Gambit kedua dalam negosiasi awal adalah tidak mengatakan “ya” pada tawaran pertama dalam bentuk negosiasi apapun. Baik ketika sedang berjual beli, menginvestasikan uang atau negosiasi lainnya. Hal tersebut memicu adanya alasan, diantaranya :
  1. Adanya reaksi Seharusnya masih bisa lebih baik. Contohnya ketika melihat baju bagus dengan harga 100.000 lalu penjual melihat kita terlalu kegirangan melihat barangnya maka ia menawarkan 90.000, setelah itu kita langsung berkata “iya” dengan harga 90.000. Ketika sedang melanjutkan perjalanan berbelanja melihat baju yang sama dengan harga yang lebih murah maka ada rasa menyesal terhadap negosiasi yang telah terjadi dan berkata“seharusnya bisa lebih murah harganya” atau berkata “ada hal yang tidak beres”
  2. Adanya reaksi Ada hal yang tidak beres. Merupakan reaksi yang kedua yang mungkin akan terjadi saat melihat baju yang sama dengan harga murah terlihat oleh kita sebagai pembeli. Mungkin karena terlalu girangnya melihat baju yang dicari maka kita sebagai pembeli tidak melihat-lihat terlebih dahulu keadaan baju tersebut, mungkin saja ada yang cacat tersembunyi.
  • Mengatakan “Ya” Pada Tawaran Pertama. Mengatakan “iya” pada tawaran pertama ketika sedang terdesak apalagi jika nyawa adalah taruhannya. Contohnya ketika ada seorang perampok yang menginginkan dompet maka harus segera mengatakan “iya” karena mungkin ia akan melakukan kekerasan kepada kita jika kita tidak memenuhi keinginannya.
  • Bahaya Besar Ketika Langsung Berkata “Ya”. Salah satu bahaya ketika kita langsung mengatakan “iya” dalam awal penawaran ialah sikap mental yang langsung jatuh karena tawaran lebih tinggi. Contohnya ketika menjadi pembeli seperti pembeli baju pada pembahasan sebelumnya atau ketika menjadi penjual yang menawarkan Handphone seharga 1juta lalu menurunkan menjadi 900 ribu, yang saat itu penjual berfikir “calom pembeli akan menawar lagi dengan harga 850 ribu” akan tetapi penjual akan terkejut ketika ternyata pembeli menyetujui harga tersebut. Maka power negotiating mengarahkan negosiator untuk berhati-hati (tidak tergesa-gesa) mengatakan “iya” pada permulaan penawaran.

c. Gambit Ketiga : Melakukan Flinch Terhadap Tawaran
Alasan Melakukan Flinch
Lakukan flinch sebagai reaksi terhadap penawaran dari pihak lawan. Mereka mungkin tidak berharap untuk mendapatkan apa yang tengah mereka minta; meskipun demikian, jika kita tidak menunjukkan keterkejutan, kita mengkomunikasikan bahwa apa yang mereka tawarkan adalah kemungkinan yang bisa kita terima.
Sebuah konsesi atau kesepakatan biasanya terjadi setelah suatu flinch. Jika kita tidak melakukan flinch, pihak lawan menjadi seorang negosiator yang tangguh atau alot. Anggaplah bahwa pihak lawan adalah seorang visual jika kita belum memiliki petunjuk sebagai titik tolak untuk melanjutkan negosiasi.
Bahkan jika kita tidak berhadapan muka dengan pihak lawan, kita pun masih harus menampakkan kesan terguncang dan terkejut. Flinch yang dilakukan saat menelepon juga dapat sangat efektif.
Contoh flinch dalam negosiasi salah satunya ketika kita menanyakan harga suatu barang :
Pembeli : Berapa harganya?
Penjual : 250.000, pak!
Pembeli : Apa saya tidak salah dengar? (dengan menunjukkan wajah terkejut, misalnya dengan mengerutkan kening)


d. Gambit Keempat : Hindari Negosiasi yang Konfrontatif
Alasan Menghindari Negosiasi Konfrontatif
Apa yang kita katakan saat kita pertama kali bernegosiasi secara tidak langsung sering sekali akan menciptakan iklim negosiasi itu sendiri. Pihak lawan dengan cepat akan mengetahui apakah kita seorang negosiator yang berusaha mencapai solusi menang-menang, atau apakah kita seorang negosiator yang berusaha mendapatkan apa saja yang bisa diperoleh. 
Inilah salah satu masalah yang sering ditemukan oleh seorang pengacara. Yakni bagaimana seorang pengacara bernegosiasi. Kerena, mereka (pengacara) merupakan orang-rang yang konfrontatif. Dan terkadang secara tidak langsung dari pihak yang akan kita bela selalu memberikan ancaman jika kita tidak memberikan apa yang mereka inginkan.
Jadi, kita dituntut lebih berhati-hati ketika akan memulai negosiasi pada tahapan awal. Jika pihak lawan memberikan posisi yang tidak bisa kita terima atau tidak kita setujui, maka kita jangan melawannya. Karena dengan kita menantangnya itu akan memperbesar keinginan pihak lawan untuk membuktikan bahwa dialah yang paling benar. Dan akan lebih baik lagi jika kita menyetujui pihak lawan pada awalnya, dan mengubahnya atau membalikannya dengan menggunakan formula feel, felt, found.
Sebagai contoh, ketika kita akan melamar suatu pekerjaan, dan direktur dari perusahaan tersebut berkata “Saya rasa kita tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk bekerja di bidang ini”. Janganlah kita merespon ucapannya dengan mengatakan bahwa kita pernah bekerja di bidang yang lebih sulit dari pekerjaan ini. Kurang lebih inti dari pernyataan ini adalah “kita benar dan pihak lawan kita salah”. 
Pernyataan kita hanya akan membuat ia mempertahankan apa yang sudah ia putuskan. Maka ada baiknya kita berbicara bahwa ada kesamaan antara pekerjaan yang akan kita ambil dengan pekerjaan kita di masa lalu, sambil kita berharap atasan kita mnemberikan waktu untuk kita mencoba pekerjaan tersebut.

Bisa disimpulkan dari pengertian diatas bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menghindarkan negosiasi konfrontatif, diantaranya :
  1. Berhati-hati berbicara pada awal mula pembicaraan, misalnya harus menghindari kalimat “wah harganya mahal sekali, di tempat lain harganya lebih murah kok!”
  2. Memberi respon yang baik, seperti mengatakan “saya menghargai perasaan bapak (lalu secara perlahan kita menurunkan keinginannya untuk bersaing)”
Formula Feel, Felt dan Found 
Feel, Felt dan Found merupakan formula untuk mengubah suasana konfrontatif. Dengan menerapkan 3F inilah kita akan memperoleh waktu untuk berfikir bila pihak lawan menunjukkan sikap permusuhan.


e. Gambit Kelima : Reluctant Seller dan Reluctant Buyer
Bayangkan bila kita mempunyai sebuah barang, dan dengan segala cara kita ingin menjualnya namun tidak juga mendapatkan harga yang cocok dari pembeli hingga akhirnya kita merasa putus asa. Memang seperti hal yang lainnya kita sangat senang ketika pertama memiliki, namun, lama kelamaan kita akan merasa bosan dengan kebiasaan kita, banyak hal yang membuat kita bosan dengan barang-barang yang kita punya. Hingga akhirnya ketika kita bosan dengan itu semua, kita akan menjualnya pada orang lain yang lebih membutuhkan.
Dalam contoh diatas Power Negotiator tahu bahwa Reluctant Seller menekankan kisaran negosiasi sebelum negosiasi dimulai. Jika kita telah suskses membangun atau membangkitkan keinginan pihak lawan (pihak pembeli) untuk memiliki barang tersebut, ini berarti ia sudah menentukan harga yang akan ia negosiasikan dalam pikirannya. Misalnya pembeli akan membeli barang tersebut dengan harga Rp.100.000,- tapi kita memberikan harga setengah dari harga yang akan pembeli tersebut negosiasikan, misalnya kita memberikan harga Rp.50.000,- dan berarti harga yang sudah kita berikan sangat murah. Bila demikian maka, harga untuk barang tersebut mulai dari 50.000 hingga 100.000.
Power Negotiator memainkan peran Reluctant Seller (penjual yang terkesan tidak butuh atau enggan menjual) di saat mereka sedang bernegosiasi untuk menjual suatu barang. Bahkan, sebelum negosiasi dimualai, Reluctant Seller mengecilkan kisaran negosiasi pihak yang akan membeli atau dalam masalah ini adalah pihak lawan.
Kebalikannya Reluctant Buyer adalah Reluctant Seller (pembeli yang terkesan tidak butuh atau enngan untuk membeli). Kita mungkin sudah pernah memposisikan kita dalam pihak lawan dalam suatu negosiasi tertentu. Sebagai contoh kita akan membeli sebuah barang untuk keperluan kita. Tugas kita hanyalah bagaimana kita membuat seorang penjual agar dapat member kita barang yang kita inginkan dengan harga yang murah? Kita bisa melakukannya dengan cara kita ajak orang yang akan menjual barang tersebut ke tempat kita, baik itu ke rumah kita, kantor, kampus, ataupun ke tampat-tempat yang enak untuk bernegosiasi. 
Disana kita bisa membicarakan keperluan kita (negosiasi) dengannya, sambil sesekali dia (penjual) mempresentasikan barang yang akan di jualnya, karena kita juga tidak mungkin membeli sebuah barang tanpa tahu kelebihan dan kekurangannya. Setelah dia mempresentasikan semua barulah kita tawar menawar harga barang tersebut dengan harga yang kira-kira cocok.
Jika penjual menawarkan harga pertama kepada kita, maka, itu bukanlah harga sebenarnya. Harga pertama yang penjual tawarkan disebut sebagai “angka harapan” (wish number). Angka inilah yang diharapkan akan disetujui oleh pihak lawan (pembeli). Jika kita sebagai pihak lawan setuju dengan tawaran yang penjual berikan maka ia akan langsung menyerahkan barang yang akan kita beli kepada kita.
Saat kita memainkan Reluctant Buyer, seorang wiraniaga tidak akan mengubah seluruhnya harga dari wish price menjadi walk-away price (harga yang sudah tidak bisa ditawar lagi). Inilah yang akan terjadi saat kita memainkan Reluctant Buyer, seorang wiraniaga akan menurunkan setengah kisaran harga negosiasinya. Jika seseorang melakukan hal seperti ini terhadap kita, apa yang tengah dilakukannya hanyalah permainan. Power Negotiator tidak akan terkejut dengan hal ini. Mereka hanya belajar melakukan permainan negosiasi dengan lebih baik daripada pihak yang menjadi lawan.

Contoh yang lebih sederhana misalnya, seseorang yang memiliki sebuah tas, ia menganggap tasnya tidak bagus dibanding tas yang lain karna mungkin waktu awal membeli terlalu tergesa-gesa dan berniat untuk menjualnya, pada waktu yang bersamaan ada teman yang melihat tas tersebut dan ingin membelinya. Mungkin akan terjadi percakapan seperti ini:
Pembeli : Wah, tasnya bagus. Beli dari mana?
Penjual : iya nih kemarin dari Hongkong
Pembeli : Jual ajalah sama saya, kamu kan sering k Hongkong!
Penjual : Enggak ah.. (reluctant seller), kamu bisa melihat-lihat saja
Pembeli : berapa harganya? saya beli berapapun
Penjual : 2 juta
Pembeli : 2,2 saya beli

Akan tetapi reluctant buyer pun bisa terjadi dalam jual beli tas diatas, jika penjual tidak mempunyai strategi reluctant seller. Misalnya terjadi percakapan seperti dibawah ini :
Pembeli : Wah, bagus tasnya. Beli dari mana?
Penjual : Dari Hongkong, kamu mau beli tasku ini nggak? (langsung bertanya tanpa ada strategi
Pembeli : Emang berapa harganya?
Penjual : 2 juta
Pembeli : Mahal banget, padahal udah dipake sama kamu, masa harganya tetep 2juta?
Penjual : (karna udah nggak suka dan yakin temannya akan membeli maka ia menurunkan harga) Bolehlah buat kamu 1,8 juta aja.
Pembeli : 1,6 deh di bayar cash
Penjual : oke deh...

Atau mungkin kejadian yang sering kita temui dari reluctant buyer ketika sudah bernegosiasi dengan harga 
yang kita inginkan dan tidak diberi, maka pembeli pura-pura pergi dan penjual memanggilnya kembali untuk membeli barangnya dengan harga yang diinginkan pembeli.
Dari kejadian diatas sebetulnya jika kita dihadapkan kepada reluctant seller atau reluctant buyer, ada baiknya kita berhati-hati dan berfikir tenang. Karena bisa saja ketika kita menaikan harga terlalu tinggi dan pembeli langsung menerimanya, mungkin sebagai penjual akan kaget, tapi jika pembeli sudah mengetahui harga sebenarnya bersiap-siaplah pembeli tidak akan memilih atau membeli barangnya lagi di toko milik kita.
Kita pun harus tenang jika dihadapkan dengan seorang reluctant buyer, jangan sampai harga yang kita tawarkan memang terlalu rendah karena mungkin saat itu keadaan pangsa pasar sangat sepi dari tempat negosiasi. Dari reluctant seller atau reluctant buyer kita harus mengambil harga yang rasional.


f. Gambit Keenam : Gunakan Vise Tecnique
The Vise atau catok adalah gambit negosiasi lain yang cukup efektif dan apa yang akan diberikannya kepada kita akan membuat kita takjub. Gambit ini wujudnya hanyalah pernyataan kecil yang sederhana seperti “Kita seharusnya bisa lebih baik dari itu”. 
Apakah yang kita lakukan ketika sudah mengatakan “Kita seharusnya lebih baik dari itu”? . yang kita lakukan adalah tutup mulut dan pihakn lawan mungkin akan membuat koneksi dengan kita. Para wiraniaga menyebut ini dengan sebutan silent close (diam, tutup mulut), dan rata-rata mereka mempelajari ini semua ketika mereka memutuskan untuk berbisnis.

Contohnya apabila kita seorang pemasok barang dan menganggap bahwa pembeli telah merasa puas akan pasokan yang kita berikan, pada suatu saat pembeli itu akan mengatakan kepada kita, ilustrasinya sebagai berikut :
Pembeli : ”Saya puas dengan pemasok yang ada sekarang, tetapi saya kira tidak ada salahnya mencoba pemasok yang lain agar layanan kami tetap terjaga, saya akan membeli satu gerobak jika kita menurunkan harganya”. 
Pemasok : (Dan kita merespons dengan langkah catok/vise technique dengan tenang kita berkata) ”Maaf, kita seharusnya mendapat lebih baik dari itu”.
Pembeli : (yang berpengalaman otomatis akan merespons dengan langkah perlawanan) ”Jadi, berapa harga paling rendah yang bisa kami dapatkan?” Dengan begini pembeli berusaha menekan kita sebagai pemasok dengan hal-hal yang spesifik. 
Pemasok : (pemasok akan diam setelah berbicara ”Kita seharusnya bisa mendapatkan lebih baik dari itu”. Jangan mengatakan sepatah katapun. Situasi ini yang disebut dengansilent close. Seorang negosiator penjualan yang cerdik sangat tahu akan situasi tersebut) Lalu berkata :”Sebenarnya, sampai sejauh mana saya harus berbuat lebih baik dari itu?” 

Ini adalah sebuah upaya untuk mengunci posisi pembeli. Kita seharusnya tidak pernah memberikan konsesi kepada pembeli jika bukan untuk merespons sebuah penawaran tandingan yang spesifik dari mereka.

Resume dari Buku Power of Negotiating karya Roger Dawsen

5 comments: