20 December 2009

Makalah Bedah Buku "Dialog Epistemologi Moh. Iqbal dan Cahrles S. Peirce"



BIOGRAFI PENULIS
Dr. Radliyah Khuza’I adalah seorang Dosen Tetap Fakultas Da’wah Universitas Islam Bandung (UNISBA). Pada Tahun 1979-1985, beliau menyelesaikan Strata 1 (S1) di Universitas Islam Bandung Fakultas Ushulluddin jurusan Perbandingan Agama. Pada Tahun 1991-1995, beliau melanjutkan studi S2-nya ke Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Aqidah Filsafat, lalu pada Tahun 2004 beliau menyelesaikan S3-nya pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan jurusan Aqidah Filsafat.
Pada Tahun 2005, beliau menjabat sebagai Sekretaris Fakultas Da’wah UNISBA, dan ketua jurusan KPI dan MKD pada tahun 2006-2010. Beliau aktif pula dalam organisasi, dua diantaranya anggota bidang Pendidikan Da’wah dan Kebudayaan Wanita Islam Wilayah Jawa Barat.
Aktivitas yang beliau tekuni pula ialah tenaga pengajar pengajian Wanita BI (Bank Indonesia) Wilayah Jawa Barat tahun 2001-2004. Juga sebagai pendiri dan ketua Pembina Yayasan “Al Faqir Illallah” perode 2002 sampai sekarang.
Banyak Karya Ilmiah yang beliau hasilkan, dua diantaranya adalah Perbedaan Usaha Pondok Inabah Remaja Putera Rawa, Pondok Inabah Puteri Ciceuri Kab. Ciamis dan Gereja Pantekosta Bandung dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika oleh Generasi Muda (1985) dan Al-Khuld fi al-Jannah dan Al-Khuld fi al-Nar dalam Pandangan Mu’tazilah dan Ahlu al-Sunnah wal Jama’ah (1995).
PEMBAHASAN
Buku Dialog Epistemologi Moh.Iqbal dan Charles S. Peirce merupakan salah satu buku yang patut di bedah. Didalamnya akan di jelaskan tentang pola fikir kedua filsuf tersebut yang hidup pada akhir abad-19 dan awal abad-20, yaitu di era modern dan kontemporer.
Dalam dialognya Muh.Iqbal akan melayangkan kritikannya kepada Plato karena di pandang telah menyebabkan kemunduran Umat Islam dalam berbagai bidang, terutama tentang ajarannya dalam dunia ide dan dunia materi yang cenderung menjauhi dan meninggalkan dunia.
Adapun Charles yang secara terang-terangan melayangkan kritikannya kepada Descartes dalam metode keraguannya (doubt) dan klaim ilmu yang bersifat individualistik.
1. Pendahuluan
Sebuah buku yang menjelaskan pemikiran-pemikiran filsuf yang di pandang sebagai pemikiran utama. Yaitu Muhammad Iqbal dan Charles S. Peirce, mereka berdua hidup antara kurun waktu akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yaitu di era modern dan kontemporer.
Hal yang di angkat dalam buku Dialog Epistemologi Moh. Iqbal dan Charles S. Peirce oleh salah satu dosen tetap Fakultas Da’wah ini merupakan hal yang penting dalam pengambilan ilmu pengetahuan sebagai pedang di zaman yang semakin berkembang ini terutama untuk umat Muslim.
Epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang membahas ruang ligkup dan batas-batas ilmu pengetahuan, mencakup logika sebagai subdivisi yang bertugas menyelidiki sikap berfikir secara benar yang di dukung oleh akal sehat dengan hukum-hukum pemikiran manusia.
Mohammad Iqbal dan Charles S. Peirce keduanya lahir pada saat filsafat modern (Rasionalisme dan Empirisme mencapai puncaknya) yang mulai menerima berbagai kritik dari berbagai kalangan.
Dalam buku ini pula akan dipaparkan kritik Iqbal dan Peirce terhadap Idealisme yang sama-sama melahirkan solusi dan cara pandang yang mengandung persamaan atau pun perbedaan. Kedua filsuf ini sama-sama memandang dunia sebagai obejek pengetahuan ilmiah.
Peirce menggambarkan realitas sebagai model wujud dengan kebaikan secara berturut-turut yang tidak mungkin dijelaskan oleh pemikir apa pun. Sedangkan Moh. Iqbal menyadari dengan sesungguhnya bahwa manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang di anugerahi kemampuan yang kreatif . ia mampu mengolah alam yang mentah menjadi sesuatu yang baru. Maka hasilnya itu merupakan buah dari pemikiran manusia.
Maka dalam buku ini akan mengkaji sebuah pemikiran filsuf yang terkenal di Timur dan dunia Barat.
2. Permasalahan Akademik
Penelitian yang telah di tulis dalam buku ini, mendatangkan manfaat ganda, yaitu :
a. Di bidang akademik di peroleh pengembangan wawasan ilmu teoritis-akademik, lebih-lebih implikasinya kepada upaya pengambangan studi-studi keislaman di zaman yang semakin berkembang ini.
b. Lebih bersifat kultural, bertolak dari kenyataan bahwa pemikiran manusia senantiasa berkembang dan mengalami perubahan yang dinamis-progresif. mengkaji pemikiran Charles S. Pierce berarti mengkaji pemikiran barat, khususnya amerika utara, dan mengkaji pemikiran Iqbal berarti mengkaji pemikiran timur, khususnya india. Komparasi pemikiran Mohammad Iqbal dan Charles S Pierce melahirkan dialog antara barat dan timur dalam hal epistemologi, sebuah dialog budaya yang sangat di perlukan dalam era global.
3. Pentingnya Topik Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan dan mafaat, diantaranya :
a. Memperoleh gambaran penting pola fikir filsuf yang mempunyai peranan penting baik di dunia Timur atau di dunia Barat serta kondisi sosial-politik tempatnya kedua filsuf tersebut yang menjadi salah satu faktor pembentuk pola fikir kedua filsuf tersebut.
b. Untuk mengetahui konstruksi pemikiran kedua filsuf tersebut.
c. Untuk menemukan perbedaan dan persamaan kedua filsuf tersebut
d. Menemukan implikasi pola fikir kedua filsuf tersebut dalam pengembangan studi-studi umat Islam.
4. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Karl-Otto Apel dalam karyanta “Charles S. Peirce From Pragmatisme to Pragmaticsm” mencoba memahami tulisan Pierce dengan prespektif filsuf Jerman. Ia menyebut Peirce sebagai ‘Kant Amerika’. Peirce merupakan seorang pemikir independen yang memilki perhatian besar terhadap masalah-masalah filsafat kontemporer.
Karl-Otto Apel menyimpulkan, bahwa Peirce sebagai ilmuwan praktisi eksperimental dan salah satu ahli logika yang paling kreatif memandang konsepsi mengenai hakikat ilmu yang di bentuk oleh tradisi empiris dan rasionalis sudah tidak memadai.
John Lechte memandang Charles sebagai pemikir semiotik. Menurutnya tidak ada kualifikasi dan pengalaman tentang pengetahuan klasik seperti yang di sampaikan melalui tulisan-tulisan Peirce. Sebagai pendiri Pragmatisme, kontribusi Peirce dalam filsafat yang utama adalah matematika, terutama pendiri semiotik.
Danusiri dengan karyanya “Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal”, memaparkan gagasan Iqbal tentang Tasawuf sebagai aplikasi dan teorinya tentang ilmu. Keduanya dirangkum begitu padu dan koheren. Konsep Iqbal tentang tasawuf dinilai Danusiri agaknya menjanjikan dapat menyingkap hakikat penyempurnaan segala sesuatu, khususnya mengenai diri pribadi.
Karya Lini S. May dengan judul “Iqbal His Life and Times”, diantaranya menjelaskan konsep Iqbal tentang pengetahuan. Secara umum, Iqbal membagi pengetahuan dalam tiga tingkatan, yaitu melalui pancaindra, melalui realitas, dan melalui cinta atau intuisi. Pada tingkatan akhir inilah peringkat tertinggi kebenaran.
K.G Saiyidain dalam judul bukunya “Progressive Trends in Iqbal’s Thought”, mengungkapkan bahwa Iqbal adalah seorang mempunyai kecenderungan berfikir progresif.
Khalifah Abdul Hakim dalam karyanya “Renainssance in Indo-Pakistan : Iqbal”, mengungkapkan sekembalinya Iqbal dari Barat pata tahu 1908, ia memiliki pandangan yang baru baik Timur maupun Barat.
Telah banyak buku yang di tulis mengenai kedua filsuf besar ini. Akan tetapi belum sampai pada tingkat komparatif. Maka dalam buku ini, akan ditemukannya perbedaan dan persamaan pola fikir filsuf besar ini dalam epistemologinya.
5. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penulisan buku ini, penelitiannya menggunakan pendekatan Penelitian Budaya. Penelitian Budaya dilakukan dengan menuangkan ide-ide, pemikiran atau konsep budaya objek penelitian. Yang bisa saja di ambil dari Tafsier, Hadits, Kalam, Filsafat, Tasawuf, dan Fiqh.
Pada buku ini penulisnya mengambil ide-ide dan pemikiran-pemikiran dari Filsafat, karena Muhammad Iqbal dan Charles S. Peirce merupakan filsuf yang berasal dari Timur dan Barat.
Secara tidak langsung, metode yang digunakan dalam penulisan buku ini menggunakan metode Historis. Yaitu menggambarkan latar belakang kedua filsuf tersebut. Lalu memunculkan metode yang kedua yaitu komparatif. Yaitu membandingkan pola fikir Moh.Iqbal yang berasal dari Timur dan Charles S. Peirce yang berasal dari Barat. Serta dengan cara komparatif pun akan ditemukannya kesamaan dan perbedaan, serta implikasi pola fikir kedua filsuf tersebut bagi pengembangan studi-studi Islam.
6. Pembatasan Ruang Lingkup
Pembatasan ruang lingkup berguna untuk membatasi kajian-kajian yang akan di bahas agar tidak melebar ke permasalahan yang lain. Dalam buku ini pembatasan ruang lingkup meliputi :
· Epistemologi sebagai bagian dari filsafat
Filsafat secara etimologis berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu Philo/Philein yang berarti kebenaran dan Shopia yang berari cinta. Dalam bahasa Inggris yaitu the love of wisdom or the love of truth yang berarti cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan. Secara Terminologis filsafat berarti pencarian kebenaran dalam hidup demi kepentingan dan bagi manusia.
Pada dasarnya filsafat terbagi ke dalam tiga bagian, yang pertama Ontologi (metafisika), yang kedua Epistemologi dan yang ketiga Aksiologi (etika).
Yang pertama, Ontologi yaitu kajian yang berkaitan dengan segala sesuatu yang ada dan mungkin yang nyata dan apa itu realitas. Dalam ontologi, alam merupakan objek penelitiannya.
Yang kedua, Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan yang mengkaji aspek kehidupan manusia yang amat fundamental, di mana ia tidak hanya perlu mengetahui dunia yang mengitarinya tetapi juga perlu mengetahui dirinya lebih baik terutama dalam memahami karekater. Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas ruang lingkup dan batas-batas ilmu pengetahuan yang mencakup logika. Dalam epistemologi, manusia merupakan objek penelitiannya.
Yang ketiga, Aksiologi (Etika) merupakan kajian yang berkaitan dengan sikap dan tindakan manusia dalam membedakan yang baik dan yang buruk.
Maka jika akan menelaah epistemologi Moh. Iqbal dan Charles S. Peirce, ada dua epistemologi yang akan di bahas, yaitu Epistemologi Modern dan Epistemologi Kontemporer.
· Pola fikir Moh.Iqbal sebagai filsuf muslim dari Timur
Moh. Iqbal adalah seorang agamawan dan filsuf cemerlang yang menghayati tradisi intelektual muslim dan pemikiran modern. Ia mendalami prinsip-prinsip dasar serta ide-ide modern fisika, biologi dan ilmu-ilmu sosial. Moh. Iqbal mengakarkan seluruh pemikirannya terhadap Tauhidullah. Karena iman dan ilmu memiliki hubungan yang organik. Iqbal juga di kenal sebagai seorang eksistensialis karena pemikiran-pemikiran eksistensialisnya.
Moh.Iqbal mempunyai tipe epistemologi modern dalam pemikirannya. Hal itu tampak karena epistemologinya lebih menekankan kepada “Teori Ilmu Pengetahuan’ dan ‘Sumber-sumber Ilmu”. Dan itulah yang menjadi ciri khas Moh.Iqbal selaku filsuf muslim yang paling serius.
· Pola fikir Charles S. Peirce sebagai filsuf dari Barat
Charles S. Peirce sebagai pemeluk gereja Episcopal yang taat berusaha menerjemhkan dalam karakteristik pemikirannya yang senantiasa membagi sesuatu dalam tiga kategori (triadik) dalam keyakinanya terhadap Trinitas. Peirce di kenal sebagai perintis dan tokoh utama aliran Pragmatisme. Yaitu suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pragmatisme pun lebih menekankan pada pengamatan dari pada logika formal.
Dengan epistemologinya yang pragmatisme dan di sisi lain sebagai filsuf kontemporer, hal ini menjadi ciri khas Charles S. Peirce.
7. Kontribusi dalam Pengembangan Studi-studi Islam
Terdapat banyak manfaat dalam penulisan buku ini, diantaranya :
a. Pola fikir Moh.Iqbal dan Charles S. Peirce bisa menjadi khazanah dalam mengkaji literatur-literatur Islam.
b. Bermanfaatnya ijtihad untuk menjawab tantangan kemajuan zaman. Konsep ijtihad juga merupakn konsep yang ditawarkan Moh. Iqbal untuk membuka kembali kemandegan-kemandegan yang terjadi di dunia Islam, dengan tawaran epistemologis sebelumnya, yaitu fungsi indera, fungsi akal dan intuisi, sedangkan Peirce berusaha menawarkan keinginanya yang begitu kuat tentang komunitas peniliti yang dapat menjadi penyangga berjalannya ilmu pengetahuan dan terus terjadi kontro atasnya.
c. Terdapatnya teori baru dalam buku ini yaitu “Studi Agama Merupakan Sebuah Dialektika antara Keniscayaan dan Kenisbian”
8. Sistematika Penulisan
Ada enam bab di buku ini dengan sistematika pembahasannya, yaitu :
Bab pertama, berisi Pendahuluan yang mengemukakan Rumusan Masalah, Tujuan dan Keguanaan Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka Teori, Metode Pneletian dan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua, berisi Epistemologi Modern dan Kontemporer yang mengemukakan Karakteristik dan Kesulitan-kesulitan Epistemologi Modern sebagai pola fikir Moh. Iqbal dan memunculkan dua aliran besar pemikiran yaitu Empirisme dan Rasionalisme. Karekateristik Epistemologi Kontemporer sebagai pola fikir Charles S. Peirce. Dan dialog kesulitan serta problem keduanya anatara ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral dan agama.
Bab ketiga, mengemukakan latar belakang sosial-politik intelektualitas India sebagai tempat lahirnya Moh. Iqbal dan sosial-politik Amerika sebagai tempat lahirnya Charles S. Peirce pada abad ke-19. Hal ini dimaksudkan untuk melacak tradisi, dan intelektual masyarakat sebagai salah satu faktor yang membentuk kedua pemikiran filsuf tersebut.
Bab keempat, menguraikan konstruksi epistemologi Moh. Iqbal yang meliputi kritik atas idealisme Plato. Perbedaan paradigm Tauhid sebagai unitas, dunia sebagai wahana berkreasi dan inovasi. Ego, self, nafs dan ruh sebagai alat memperoleh ilmu yang terdiri dari panca indera, akal dan intuisi. Konstruksi Charles S. Peirce yang meliputi kritik atas Rasionalisme Descartes, logika sebagai metodologi, teori tentang makan, hakikat keyakinan dan fokus falsifikasi.
Bab kelima, memabahas antara Logika Intuitif versus Logika Ilmiah. Keberadaan Moh. Iqbal dan Charles S. Peirce ada di persimpangan jalan. Metode Ijtihad sebagai alat untuk mempertautkan fungsi Indra, Akal dan Intuisi. Komunitas Peneliti dan implikasi pemikiran Moh. Iqbal dan Charles S. Peirce dalam pengembangan studi-studi Islam.
Bab keenam, menyampaikan kesimpulan isi buku dan hasil-hasil penelitian serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

No comments:

Post a Comment